BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih, 2004). Pohon yang merupakan salah satu keanekaragaman hayati, memegang peranan yang sangat penting dalam komunitas hutan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, dan menjaga stabilitas iklim global. Pohon-pohon di pegunungan memiliki kondisi yang khas di mana pohon akan bertambah rendah atau kecil seiring dengan naiknya ketinggian dan memiliki keanekaragaman jenis yang bervariasi.
Sebagai bentuk perlindungan akan keanekaragaman hayati tersebut, pemerintah membuat kawasan Taman Nasional. Menurut Palupi (2001), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang terdiri atas zona inti dan zona-zona lain yang dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata, rekreasi dan pendidikan. Salah satu Taman Nasional yang berada di kawasan Jawa Timur yaitu Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di Banyuwangi.
Kawasan Alas Purwo merupakan kawasan dimana ekosistem di dalamnya sangat dilindungi dan berada di bawah naungan Undang-Undang, sehingga dapat diketahui bahwa keanekaragamannya terlindungi dan tumbuh dengan baik. Tujuan diadakannya penelitian berupa kuliah kerja lapangan yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Malang angkatan 2015 ini adalah dapat mengetahui keanekaragaman yang ada di kawasan hutan Alas Purwo khususnya dunia tumbuhan dengan menggunakan metode tertentu. Salah satu metode analisis vegetasi yang digunakan yaitu Point Centere Quarter (PCQ), suatu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan di sepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran. Hasil yang didapatkan dari metode tersebut akan diketahui nilai keanekaragaman tiap-tiap tumbuhan yang ada. Berdasarkan pemaparan di atas, maka disusunlah laporan KKL “Analisis Vegetasi dengan Metode Point Centered Quarter (PCQ) Keanekaragaman Tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut.
1) Bagaimana jenis tumbuhan yang hidup di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi?
2) Bagaimana Indeks Nilai Penting (INP) setiap jenis tumbuhan pada suatu vegetasi dengan menggunakan metode point centered quarter di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi?
3) Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap dominansi tumbuhan yang berada di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui jenis tumbuhan yang hidup di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi.
2) Mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) setiap jenis tumbuhan pada suatu vegetasi dengan menggunakan metode point centered quarter di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi.
3) Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap dominansi tumbuhan yang berada di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Alas Purwo Banyuwangi yang terbagi dalam dua puluh lima plot pada transek ke-21 Triangulasi. Waktu penelitian dilaksanakan pada hari Jumat, 24 Maret 2017.
1.5 Definisi Istilah
1.5.1 Vegetasi
Vegetasi adalah kumpulan beberapa tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis dan hidup bersama pada suatu tempat. Diantara individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat antara tumbuh-tumbuhan itu sendiri maupun dengan binatang-binatang yang hidup dalam vegetasi itu dan fakto-faktor lingkungan (Martono, 2012).
1.5.2 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi merupakan cara pendeskripsian suatu tipe vegetasi berdasarkan komposisi floristik vegetasi yaitu dengan membuat daftar jenis suatu komunitas (Martono, 2012).
1.5.3 PCQ (Point Centered Quarter)
PCQ (Point Centered Quarter) merupakan salah satu metode jarak (Distance Method). Metode ini tidak menggunakan petak contoh (plotless) dan umunya digunakan dalam analisis vegetasi tingkat pohon atau tiang (pole) (Ariyanto dkk, 2004).
1.5.4 Densitas Mutlak
Densitas mutlak didefinisikan sebagai jumlah pohon per unit area (Mitchell, 2007).
1.5.5 Densitas Relatif
Densitas relatif dari setiap spesies didefinisikan sebagai presentase total jumlah observasi dari spesies (Mitchell, 2007).
1.5.6 Dominansi Mutlak
Dominansi mutlak dari tiap spesies yang dinyatakan sebagai basal areanya per hektar (Mitchell, 2007).
1.5.7 Dominansi Relatif
Dominansi relatif spesies tertentu didefinisikan menjadi suatu dominansi mutlak yang tiap spesiesnya dibagi oleh total penutupan 100 kali untuk menyatakan hasilnya dalam presentase (Mitchell, 2007).
1.5.8 Nilai Penting
Nilai penting merupakan harga yang didapatkan berdasarkan penjumlahan dari nilai relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur (Mitchell, 2007).
1.5.9 Frekuensi
Frekuensi merupakan variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi di suatu kawasan (Syafei, 1990).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Analisis Vegetasi dengan Metode Point Centere Quarter
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Tjitrosoepomo, 2002).
Menuru Kimbal (1965), analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan.
Lestari (2006), menyatakan bahwa dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada. Salah metode analisis vegetasi yaitu metode Point Centere Quarter. Metode point centere quarter yaitu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan disepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing kuadran inilah dilakukan pengukuran luas penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran.
Selain itu diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran karena metode kuadran ini merupakan metode plot less method, yang berarti metode ini merupakan salah satu metode yang tidak memerlukan luas tempat pengambilan contoh atau suatu luas kuadrat tertentu. Oleh karena itu, bila dalam suatu kuadran dalam jarak yang dekat tidak terlihat adanya suatu vegetasi pohon, maka pencarian bisa diteruskan sejauh mungkin sampai ditemukan jenis pohon yang dimaksud, tetapi pohon tersebut masih berada di dalam daerah kuadran tersebut.
Metode Point Centered Quarter juga merupakan salah satu metode jarak (Distance Method). Metode ini tidak menggunakan petak contoh (plotless) dan umunya digunakan dalam analisis vegetasi tingkat pohon atau tiang (pole). Namun dapat pula dilengkapi dengan tingkat pancang (saling atau belta) dan anakan pohon (seedling) jika ingin mengamati struktur vegetasi pohon. Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaanya metode ini mempunyai dua macam keterbatasan, yaitu (1) setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu individu tumbuhan dan (2) setiap individu (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu kali.
2.2 Kondisi Geografis Kawasan Hutan Alas Purwo
Hutan di Indonesia berdasarkan tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) secara nasional seluas 144 juta hektar tersebar di berbagai pulau utama (Arif, 2001). Kawasan hutan seluas 144 juta hektar tersebut dibagi menjadi beberapa fungsi peruntukan, yaitu 20% sebagai hutan konservasi (conservation forest), 27% sebagai hutan lindung (protection forest), 9,8% sebagai hutan suaka alam dan hutan wisata, 17% sebagai hutan produksi tetap, dan 16,1% sebagai hutan produksi terbatas.
Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Taman nasional yang diresmikan melalui SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/92 ini merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Ketinggiannya berada pada kisaran 0-322 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan topografi datar, bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter dpl).
Berdasarkan ekosistemnya, tipe-tipe hutan di Taman Nasional Alas Purwo dapat dibagi menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau/mangrove, hutan tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (Feeding Ground). Jika diamati sekilas, dari luas lahan sekitar 43.420 hektar, taman nasional ini didominasi oleh hutan bambu, yang menempati areal sekitar 40% dari seluruh area yang ada (Solihin, 2011). Secara umum, keadaan tanah di taman ini sebagian besar adalah tanah liat berpasir, sedangkan sebagian kecil lainnya berupa tanah lempung. Curah hujan per tahun rata-rata berkisar antara 1.000—1.500 mm dengan temperatur antara 27°-30° C, dan kelembaban udara antara 40—85 %. Biasanya, musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober, sementara musim penghujan terjadi sebaliknya, yaitu pada bulan Oktober (Solihin, 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kuliah Kerja Lapangan “Analisis Vegetasi dengan Metode PCQ” ini dilaksanakan di kawasan Hutan Alas Purwo Banyuwangi yang terbagi dalam dua puluh lima plot pada transek ke-21 Triangulasi. Waktu penelitian adalah pada hari Jumat, 24 Maret 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat
1. Tali tampar
2. Roll meter
3. Meteran kain
4. Klinometer
5. Kompas bidik
6. Soil termometer
7. Termohigrometer
8. Alat tulis
9. Meja dada
10. Tali rafia
11. Camera
|
Bahan
1. Kantong Plastik
2. Kertas label
3. Kertas tabel pengamatan
|
3.3 Prosedur Kerja
1) Semua kelompok berjalan ke garis pantai
2) Menentukan arah pengambilan data (memasuki hutan) menggunakan kompas bidik tegak lurus dengan garis pantai 20o
3) Menentukan jarak antar plot menggunakan rollmeter
4) Setiap kelompok berjalan ke masing-maisng plot
5) Menyiapkan plot berukuran 10x10 meter menggunakan tali tampar
6) Membagi plot empat kuadran
7) Mencari pohon terdekat pada setiap kuadran (1 pohon saja) dengan keliling pohon ≥30 cm
8) Mengukur keliling batang pohon setinggi dada. Jika pohon bercabang, maka kedua cabang diukur kelilingnya lalu dirata-rata
9) Mengukur jarak titik pusat ke pohon tersebut
10) Mengestimasi ketinggian pohon dengan klinometer. Mengarahkan klinometer ke ujung pohon
11) Mengukur jarak pengamat klinometer ke pohon dan juga tinggi pengamat
12) Mencari nama spesies dari pohon tersebut. Jika tidak tahu, mengambil sampel dan memasukkannya ke dalam kantong plastik lalu melabelinya
13) Melakukan langkah di atas pada 4 kuadran sehingga akan didapatkan maksimal 4 pohon terdekat
14) Memasukkan hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan yang telah disiapkan
3.4 Teknik Analisis Data
Setelah didapatkan data, dilakukan analisis PCQ hingga didaopatkan Indeks Nilai Penting. Analisis data dimulai dari perhitungan menetukan Basal area (BA) merupakan penutupan kanopi pohon. Diameter didapatkan dari pengukuran keliling batang pohon. Diameter batang tiap spesies tersebut kemudian digunakan untuk mencari nilai basal area dengan menggunakan rumus:
d = K/ π
BA = 1/4 πd2
Keterangan:
K = keliling pohon
BA = Basal Area
π = 3,14
d = Diameter batang
Rata-rata jarak = Jumlah semua jarak yang terukur (jumlah plot x panjang plot)
4 x jumlah titik pusat (n)
Kerapatan per 100 m2 = Jumlah individu spesies i / 100 x Faktor koreksi
Faktor koreksi PCQ = 1
Kerapatan Mutlak = BA x Kerapatan per 100 m2
Kerapatan relatif = Jumlah individu sejenis x 100%
Total individu seluruh spesies
Frekuensi relatif = Frekuensi spesies i x 100%
Total frekuensi
Dominasi relatif = dominansi spesies i x 100%
Dominansi total
Indeks Nilai Penting = kerapatan relatif + dominasi relatif + frekuensi relative
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Titik Sam-pling
|
No.
Kua-dran
|
Jarak (cm)
|
Nama Tumbuhan
|
Keliling Pohon (cm)
|
Tinggi Pohon (α, jarak pengamatan)
|
Diameter pohon (cm)
|
Tinggi pohon (cm)
|
1.
|
1
2
3
4
| ||||||
2.
|
1
2
3
4
| ||||||
Dst.
| |||||||
25
|
1
2
3
4
|
BAB IV
ANALISIS DATA
Titik Sam-pling
|
No.
Kua-dran
|
Jarak (cm)
|
Nama Tumbuhan
|
Kelili-ng Pohon (cm)
|
Tinggi Pohon (α, jarak pengamatan)
|
Diame-ter pohon (cm)
|
Ting-gi pohon (cm)
|
1.
|
1
2
3
4
|
267
475
430
-
|
Scavola taccada
Therminalia catappa
Alsstonia speetabrus
-
|
47
55
112
-
|
45o, 267
45o, 475
60o, 430
-
|
14,97
17,51
35,6
-
|
425
633
902,8
-
|
2.
|
1
2
3
4
|
350
490
-
-
|
Mammae odorata
Mammae odorata
-
-
|
106
88
-
-
|
60o, 350
45o, 490
-
-
|
33,76
28,02
-
-
|
764
648
-
-
|
3.
|
1
2
3
4
|
500
400
-
-
|
Alsstonia speetabrus
Alsstonia speetabrus
-
-
|
77
77
-
-
|
60o, 500
60o, 400
-
-
|
24,5
24,5
-
-
|
1024
850
-
-
|
4.
|
1
2
3
4
|
300
-
-
245
|
Ochrosia acheringae
-
-
Argisia crispa
|
23
-
-
40
|
55o, 300
-
-
65o, 245
|
7,32
-
-
14,73
|
586
-
-
683
|
5.
|
1
2
3
4
|
-
-
530
-
|
-
-
Syzygium littorale
-
|
-
-
310
-
|
-
-
58o, 530
-
|
-
-
98,75
-
|
-
-
1006
-
|
6.
|
1
2
3
4
|
160
360
-
-
|
Aphanamixis grandifolia
Arginia crispa
-
-
|
39
52
-
-
|
80o, 160
50o, 360
-
-
|
12,42
16,56
-
-
|
1065
587
-
-
|
7.
|
1
2
3
4
|
470
510
450
460
|
Bayur
Bayur
Drypetes javanica
Swietenia macrophylla
|
103
89
49
74
|
65o, 470
45o, 510
45o, 450
50o, 460
|
32,80
12,42
15,6
22,61
|
1165
668
694
706
|
8.
|
1
2
3
4
|
440
250
-
400
|
Syzygium littorale
Drypetes negleta
-
Alsstonia speetabrus
|
70
40
-
100
|
60o, 440
70o, 250
-
65o, 400
|
22,29
12,73
-
31,85
|
920
844
-
1015
|
9.
|
1
2
3
4
|
128
370
-
140
|
Drypetes javanica
Drypetes javanica
-
Drypetes javanica
|
45
120
-
50
|
70o, 128
60o, 370
-
70o, 140
|
14,33
38,21
-
15,92
|
635
798
-
542
|
10.
|
1
2
3
4
|
-
37
-
-
|
-
Syzygium littorale
-
-
|
-
37
-
-
|
-
83o, 37
-
-
|
-
11,78
-
-
|
-
459
-
-
|
11.
|
1
2
3
4
|
-
280
-
200
|
-
Syzygium littorale
-
Syzygium littorale
|
-
50
-
120
|
-
70o, 200
-
75o, 200
|
-
15,92
-
38,22
|
-
927
-
904
|
12.
|
1
2
3
4
|
110
-
-
-
|
Swretenia macrophylla
-
-
-
|
35
-
-
-
|
70o, 110
-
-
-
|
11,14
-
-
-
|
707
-
-
-
|
13.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
|
14.
|
1
2
3
4
|
-
-
260
-
|
-
-
Drypetes serreta
-
|
-
-
48
-
|
-
-
75o, 260
-
|
-
-
15,29
-
|
-
-
1128
-
|
15.
|
1
2
3
4
|
-
270
245
-
|
-
Drypetes javanica
Drypetes javanica
-
|
-
40
80
-
|
-
73o, 270
75o, 245
-
|
-
12,74
25,48
-
|
-
1041
1072
-
|
16.
|
1
2
3
4
|
-
420
-
-
|
-
Artocarpus elasticus
-
-
|
-
91
-
-
|
-
80o, 420
-
-
|
-
28,98
-
-
|
-
2539
-
-
|
17.
|
1
2
3
4
|
-
200
-
-
|
-
Aphanamixis grandifolia
-
-
|
-
100
-
-
|
-
75o, 200
-
-
|
-
31,85
-
-
|
-
904
-
-
|
18.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
190
|
-
-
-
Drypetes javanica
|
-
-
-
40
|
-
-
-
80o, 190
|
-
-
-
12,74
|
-
-
-
1235
|
19.
|
1
2
3
4
|
-
160
-
-
|
-
Drypetes negleta
-
-
|
-
40
-
-
|
-
77o, 160
-
-
|
-
12,74
-
-
|
-
851
-
-
|
20.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
120
|
-
-
-
Drypetes negleta
|
-
-
-
30
|
-
-
-
75o, 120
|
-
-
-
9,55
|
-
-
-
605
|
21.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
130
|
-
-
-
Drypetes negleta
|
-
-
-
38
|
-
-
-
77o, 130
|
-
-
-
12,1
|
-
-
-
721
|
22.
|
1
2
3
4
|
-
-
250
-
|
-
-
Drypetes negleta
-
|
-
-
63
-
|
-
-
62o, 250
-
|
-
-
20,06
-
|
-
-
628
-
|
23.
|
1
2
3
4
|
-
-
160
400
|
-
-
Drypetes serreta
Drypetes negleta
|
-
-
132
400
|
-
-
85o, 160
70o, 400
|
-
-
42,64
31,85
|
-
-
1986
1256
|
24.
|
1
2
3
4
|
-
220
110
-
|
-
Drospyros javanica
Drospyros javanica
-
|
-
160
44
-
|
-
72o, 220
70o, 110
-
|
-
31,85
14,01
-
|
-
460
835
-
|
25.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
290
|
-
-
-
Syzygium littorale
|
-
-
-
36
|
-
-
-
69o, 290
|
-
-
-
11,46
|
-
-
-
913
|
Diketahui:
Tinggi Pengamat = 158 cm
Total jarak = 12277
Rata-rata jarak :
Jumlah Pohon per 100 m2 = 100 / (2 = 0,001285
1. Menghitung Densitas
Spesies
|
Jumlah
|
Jumlah Pohon per 100 m2
|
Scaevola taccada
|
1/44= 0,0227
|
0,0000292
|
Therminalia catappa
|
1/44= 0,0227
|
0,0000292
|
Alsstonia speetabrus
|
4/44= 0,0909
|
0,000117
|
Mammea odorata
|
2/44= 0,0455
|
0,0000585
|
Ochrosia acheringae
|
1/44= 0,0227
|
0,0000292
|
Argisia crispa
|
2/44= 0,0455
|
0,0000585
|
Syzygium littorale
|
7/44= 0,1590
|
0,000204
|
Aphanamixis grandifolia
|
2/44= 0,0455
|
0,0000585
|
Bayur
|
2/44= 0,0455
|
0,0000585
|
Drypetes javanica
|
8/44= 0,1818
|
0,000234
|
Swietenia macrophylla
|
2/44= 0,0455
|
0,0000585
|
Drypetes negleta
|
6/44= 0,1363
|
0,000175
|
Drypetes serreta
|
2/44= 0,0455
|
0,0000585
|
Artocarpus elasticus
|
1/44= 0,0227
|
0,0000292
|
Drospyros javanica
|
2/44= 0,0455
|
0,0000585
|
Total
|
0,001256
|
Menghitung Densitas Relatif
Scaevola taccada
|
2,325%
| |
Therminalia catappa
|
2,325%
| |
Alsstonia speetabrus
|
9,315%
| |
Mammea odorata
|
4,658%
| |
Ochrosia acheringae
|
2,325%
| |
Argisia crispa
|
4,658%
| |
Syzygium littorale
|
16,242%
| |
Aphanamixis grandifolia
|
4,658%
| |
Bayur
|
4,658%
| |
Drypetes javanica
|
18,306%
| |
Swietenia macrophylla
|
4,658%
| |
Drypetes negleta
|
13,933%
| |
Drypetes serreta
|
4,658%
| |
Artocarpus elasticus
|
2,325%
| |
Drospyros javanica
|
4,658%
|
2. Menghitung Dominansi
Menghitung Basal Area (BA) = ¼ Πd2
Titik Sam-pling
|
No.
Kua-dran
|
Jarak (cm)
|
Nama Tumbuhan
|
Diameter pohon (cm)
|
Basal Area
|
1.
|
1
2
3
4
|
267
475
430
-
|
Scavola taccada
Therminalia catappa
Alsstonia speetabrus
-
|
14,97
17,51
35,6
-
|
175,92
240,68
994,88
-
|
2.
|
1
2
3
4
|
350
490
-
-
|
Mammae odorata
Mammae odorata
-
-
|
33,76
28,02
-
-
|
894,69
616,32
-
-
|
3.
|
1
2
3
4
|
500
400
-
-
|
Alsstonia speetabrus
Alsstonia speetabrus
-
-
|
24,5
24,5
-
-
|
471,20
471,20
-
-
|
4.
|
1
2
3
4
|
300
-
-
245
|
Ochrosia acheringae
-
-
Argisia crispa
|
7,32
-
-
14,73
|
42,06
-
-
170,32
|
5.
|
1
2
3
4
|
-
-
530
-
|
-
-
Syzygium littorale
-
|
-
-
98,75
-
|
-
-
7650,33
-
|
6.
|
1
2
3
4
|
160
360
-
-
|
Aphanamixis grandifolia
Arginia crispa
-
-
|
12,42
16,56
-
-
|
121,09
215,27
-
-
|
7.
|
1
2
3
4
|
470
510
450
460
|
Bayur
Bayur
Drypetes javanica
Swietenia macrophylla
|
32,80
12,42
15,6
22,61
|
844,53
121,09
191,04
401,30 |
8.
|
1
2
3
4
|
440
250
-
400
|
Syzygium littorale
Drypetes negleta
-
Alsstonia speetabrus
|
22,29
12,73
-
31,85
|
390,02
127,21
-
796,32
|
9.
|
1
2
3
4
|
128
370
-
140
|
Drypetes javanica
Drypetes javanica
-
Drypetes javanica
|
14,33
38,21
-
15,92
|
161,20
1146,10
-
198,96
|
10.
|
1
2
3
4
|
-
37
-
-
|
-
Syzygium littorale
-
-
|
-
11,78
-
-
|
-
108,93
-
-
|
11.
|
1
2
3
4
|
-
280
-
200
|
-
Syzygium littorale
-
Syzygium littorale
|
-
15,92
-
38,22
|
-
198,96
-
1146,70
|
12.
|
1
2
3
4
|
110
-
-
-
|
Swretenia macrophylla
-
-
-
|
11,14
-
-
-
|
97,42
-
-
-
|
13.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
|
-
-
-
-
|
14.
|
1
2
3
4
|
-
-
260
-
|
-
-
Drypetes serreta
-
|
-
-
15,29
-
|
-
-
183,52
-
|
15.
|
1
2
3
4
|
-
270
245
-
|
-
Drypetes javanica
Drypetes javanica
-
|
-
12,74
25,48
-
|
-
127,41
509,65
-
|
16.
|
1
2
3
4
|
-
420
-
-
|
-
Artocarpus elasticus
-
-
|
-
28,98
-
-
|
-
659,27
-
-
|
17.
|
1
2
3
4
|
-
200
-
-
|
-
Aphanamixis grandifolia
-
-
|
-
31,85
-
-
|
-
796,32
-
-
|
18.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
190
|
-
-
-
Drypetes javanica
|
-
-
-
12,74
|
-
-
-
127,41
|
19.
|
1
2
3
4
|
-
160
-
-
|
-
Drypetes negleta
-
-
|
-
12,74
-
-
|
-
127,41
-
-
|
20.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
120
|
-
-
-
Drypetes negleta
|
-
-
-
9,55
|
-
-
-
71,59
|
21.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
130
|
-
-
-
Drypetes negleta
|
-
-
-
12,1
|
-
-
-
114,93
|
22.
|
1
2
3
4
|
-
-
250
-
|
-
-
Drypetes negleta
-
|
-
-
20,06
-
|
-
-
315,89
-
|
23.
|
1
2
3
4
|
-
-
160
400
|
-
-
Drypetes serreta
Drypetes negleta
|
-
-
42,64
31,85
|
-
-
1387,38
796,32
|
24.
|
1
2
3
4
|
-
220
110
-
|
-
Drospyros javanica
Drospyros javanica
-
|
-
31,85
14,01
-
|
-
796,32
154,08
-
|
25.
|
1
2
3
4
|
-
-
-
290
|
-
-
-
Syzygium littorale
|
-
-
-
11,46
|
-
-
-
103,10
|
Menghitung Rata-rata Basal Area per Spesies
Nama Spesies
|
Basal Area (BA)
|
Scaevola taccada
|
175,92
|
Therminalia catappa
|
240,68
|
Alsstonia speetabrus
|
683,40
|
Mammea odorata
|
755,51
|
Ochrosia acheringae
|
42,06
|
Argisia crispa
|
192,80
|
Syzygium littorale
|
1416,23
|
Aphanamixis grandifolia
|
458,70
|
Bayur
|
482,81
|
Drypetes javanica
|
308,96
|
Swietenia macrophylla
|
249,31
|
Drypetes negleta
|
258,89
|
Drypetes serreta
|
785,45
|
Artocarpus elasticus
|
659,27
|
Drospyros javanica
|
475,20
|
Menghitung Dominansi Mutlak = Rata-rata BA x jumlah pohon per 100 m2
Nama Spesies
|
Dominansi Mutlak
|
Scaevola taccada
|
0,005137
|
Therminalia catappa
|
0,00703
|
Alsstonia speetabrus
|
0,07996
|
Mammea odorata
|
0,00441
|
Ochrosia acheringae
|
0,001228
|
Argisia crispa
|
0,0112788
|
Syzygium littorale
|
0,28891
|
Aphanamixis grandifolia
|
0,02683
|
Bayur
|
0,02824
|
Drypetes javanica
|
0,07229
|
Swietenia macrophylla
|
0,01458
|
Drypetes negleta
|
0,04531
|
Drypetes serreta
|
0,04595
|
Artocarpus elasticus
|
0,01925
|
Drospyros javanica
|
0,027799
|
Total
|
0,67820
|
Menghitung Dominansi Relatif
Dominanasi relative = x 100%
Scaevola taccada
|
0,7574%
| |
Therminalia catappa
|
1,0366%
| |
Alsstonia speetabrus
|
11,790%
| |
Mammea odorata
|
0,6502%
| |
Ochrosia acheringae
|
0,1811%
| |
Argisia crispa
|
1,6630%
| |
Syzygium littorale
|
42,5995%
| |
Aphanamixis grandifolia
|
3,9561%
| |
Bayur
|
4,1640%
| |
Drypetes javanica
|
10,6591%
| |
Swietenia macrophylla
|
2,1498%
| |
Drypetes negleta
|
6,6809%
| |
Drypetes serreta
|
6,7753%
| |
Artocarpus elasticus
|
2,8384%
| |
Drospyros javanica
|
40,9894%
|
3. Menghitung Frekuensi Mutlak
Scaevola taccada
|
4
| |
Therminalia catappa
|
4
| |
Alsstonia speetabrus
|
8
| |
Mammea odorata
|
4
| |
Ochrosia acheringae
|
4
| |
Argisia crispa
|
8
| |
Syzygium littorale
|
20
| |
Aphanamixis grandifolia
|
8
| |
Bayur
|
4
| |
Drypetes javanica
|
16
| |
Swietenia macrophylla
|
8
| |
Drypetes negleta
|
24
| |
Drypetes serreta
|
8
| |
Artocarpus elasticus
|
4
| |
Drospyros javanica
|
4
|
Menghitung Frekuensi Relatif
Frekuensi relative : x 100%
Scaevola taccada
|
4%
| |
Therminalia catappa
|
4%
| |
Alsstonia speetabrus
|
8%
| |
Mammea odorata
|
4%
| |
Ochrosia acheringae
|
4%
| |
Argisia crispa
|
8%
| |
Syzygium littorale
|
20%
| |
Aphanamixis grandifolia
|
8%
| |
Bayur
|
4%
| |
Drypetes javanica
|
16%
| |
Swietenia macrophylla
|
8%
| |
Drypetes negleta
|
24%
| |
Drypetes serreta
|
8%
| |
Artocarpus elasticus
|
4%
| |
Drospyros javanica
|
4%
|
4. Menghitung Indeks Nilai Penting
Species
|
Relative Density (%)
|
Relative Dominan-ce (%)
|
Relative Freque-ce (%)
|
INP (%)
|
Rank
|
Scaevola taccada
|
2,325
|
0,7574
|
4
|
7,0824
|
14
|
Therminalia catappa
|
2,325
|
1,0366
|
4
|
7,3616
|
13
|
Alsstonia speetabrus
|
9,315
|
11,790
|
8
|
28,925
|
5
|
Mammea odorata
|
4,658
|
0,6502
|
4
|
9,3082
|
11
|
Ochrosia acheringae
|
2,325
|
0,1811
|
4
|
6,506
|
15
|
Argisia crispa
|
4,658
|
1,6630
|
8
|
14,321
|
9
|
Syzygium littorale
|
16,242
|
42,5995
|
20
|
78,8415
|
1
|
Aphanamixis grandifolia
|
4,658
|
3,9561
|
8
|
16,6141
|
7
|
Bayur
|
4,658
|
4,1640
|
4
|
12,822
|
10
|
Drypetes javanica
|
18,306
|
10,6591
|
16
|
44,9651
|
3
|
Swietenia macrophylla
|
4,658
|
2,1498
|
8
|
14,8078
|
8
|
Drypetes negleta
|
13,933
|
6,6809
|
24
|
44,6139
|
4
|
Drypetes serreta
|
4,658
|
6,7753
|
8
|
19,4333
|
6
|
Artocarpus elasticus
|
2,325
|
2,8384
|
4
|
9,1634
|
12
|
Drospyros javanica
|
4,658
|
40,9894
|
4
|
49,6474
|
2
|
BAB V
PEMBAHASAN
Pada kegiatan kuliah kerja lapangan yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Malang angkatan 2015 telah dilakukan pengamatan mengenai vegetasi di suatu kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan untuk menganalisis vegetasi berupa pohon menggunakan metode Point Centered Quarter (PCQ). Metode PCQ ini dilakukan dengan cara membagi plot menjadi empat kuadran dan menentukan titik tengah dari kuadran tersebut. Kemudian, mencari pohon yang jaraknya paling dekat dengan titik tengah dengan keliling pohon ≥30 cm pada masing-masing kuadran. Kemudian, jarak antara pohon dan titik pusat diukur dan mengukur lingkar pohon tersebut. Metode Point Centered Quarter (PCQ) merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan (Cottam dan Curtis, 1956).
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa spesies pohon yang ditemukan dalam 25 plot pada transek 21 kawasan hutan Alas Purwo ditemukan 15 macam spesies pohon yang termasuk dalam hitungan analisi vegetasi menggunakan metode PCQ ini. Spesies pohon tersebut antara lain Scaevola taccada, Therminalia catappa, Alsstonia speetabrus, Mammea odorata, Ochrosia acheringae, Argisia crispa, Syzygium littorale, Aphanamixis grandifolia, Bayur, Drypetes javanica, Swietenia macrophylla, Drypetes negleta, Drypetes serreta, Artocarpus elasticus dan Drospyros javanica. Setelah dilakukan perhitungan untuk mencari densitas relatif, dominansi relatif dan frekuensi relatif hingga ketiga komponen tersebut dijumlah untuk mencari Indeks Nilai Penting (INP) didapatkan spesies yang memiliki indeks nilai penting paling besar ialah Syzygium littorale, dengan indeks nilai penting sebesar 78,8415% sedangkan spesies tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting paling rendah pada vegetasi tersebut ialah Ochrosia acheringae, dengan indeks nilai penting sebesar 6,506%.
Syzygium littorale merupakan tanaman yang memiliki indeks nilai penting yang paling tinggi dari pada tumbuhan yang didapatkan saat pengamatan PCQ yakni sebesar 78,8415%, hal ini berarti Syzygium littorale merupakan spesies yang mendominasi, yaitu spesies yang paling banyak ditemukan di setiap kuadran titik sampling pada analisis dengan metode point centered quareter. Spesies Syzygium littorale banyak ditemukan pada plot 5,8,10,11 dan 25. Berikut adalah klasifikasi dari Syzygium littorale.
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Species : Syzygium littorale
Bila dikaitkan dengan faktor abiotik pada transek 21 (plot 1-25) ini memiliki suhu udara rata-rata sebesar 32oC, kelembaban udara rata-rata sebesar 73oC dan suhu tanah rata-rata sebesar 30oC. Jadi spesies Syzygium littorale ini mampu hidup dan beradaptasi dengan lingkungan abiotik yang telah diukur tersebut. Menurut Soerianegara dan Lemmens (1993) menyatakan bahwa Syzygium littorale dapat hidup di berbagai kondisi jenis tanah meskipun hanya memiliki kelembapan dan kesuburan yang sangat sedikit. Jadi tak heran bila spesies ini memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi. Besarnya indeks nilai penting (INP) digunakan untuk mengetahui tingkat kesusuaian terhadap tempat tumbuh yang baik dibandingkan dengan jenis lainnya, Secara umum tumbuhan dengan indeks nilai penting (INP) tertinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lahan tertentu. INP suatu jenis merupakan nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis dalam komunitas. Semakin besar INP suatu jenis, maka semakin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas (Kaninde dkk, 2011). Jadi, dapat diketahui bahwa Syzygium littorale memiliki peranan yang penting dalam suatu komunitas tertentu yang berada di kawasan hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
Sedangkan spesies yang memiliki indeks nilai penting terendah adalah Ochrosia acheringae, dengan indeks nilai penting sebesar 6,506%. Jika dikaitkan dengan nilai INP yang didapatkan menunjukkan bahwa Ochrosia acheringae mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang kurang baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lahan tertentu. Telah dikatakan bahwa INP merupakan nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis spesies dalam suatu komunitas. Semakin besar INP suatu jenis, maka semakin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas (Kaninde dkk, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa Ochrosia acheringae memiliki daya hidup yang rendah termasuk daya adaptasi dan kompetisi (kemampuan reproduksi) dalam suatu komunitas tertentu yang berada di kawasan hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi dibanding dengan spesies tumbuhan lainnya. .
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasasrkan pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Jenis tumbuhan yang hidup di kawasan hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi (transek 21) berdasarkan analisis vegetasi metode PCQ yaitu Scaevola taccada, Therminalia catappa, Alsstonia speetabrus, Mammea odorata, Ochrosia acheringae, Argisia crispa, Syzygium littorale, Aphanamixis grandifolia, Bayur, Drypetes javanica, Swietenia macrophylla, Drypetes negleta, Drypetes serreta, Artocarpus elasticus dan Drospyros javanica.
2. Berdasarkan analisis statistik diketahui spesies yang memiliki nilai angka penting paling besar adalah Syzygium littorale, dengan indeks nilai penting sebesar 78,8415%, sedangkan spesies tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting paling rendah pada vegetasi tersebut adalah Ochrosia acheringae dengan indeks nilai penting sebesar 6,506%.
3. Faktor abiotik berpengaruh terhadap kepadatan, keanekaragaman, frekuensi dan dominansi suatu spesies tertentu.
6.2 Saran
1. Sebaiknya sebelum melakukan penelitian atau praktik di lapangan dipastikan kelengkapan semua alat sudah terpenuhi.
2. Peneliti harus benar-benar paham dalam penggunaan alat klinometer agar tidak terjadi kesalahan dalam pengukuran derajat untuk mengetahui tinggi pohon.
3. Sebaiknya ketelitian dalam pengukuran baik panjang maupun sudut harus diperhatikan, supaya tidak terjadi banyak kesalahan dan penyimpangan dalam penelitian.
4. Kesiapan fisik dan mental praktikan harus benar-benar disiapkan dengan matang karena lokasi pengamatan adalah benar-benar vegetasi hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar