Minggu, 14 Mei 2017

How to measure biodiversity indices, species evenness, species richness, dominance, and predominance??

To measure biodiversity indices, species evenness, species richness, dominance, and predominance we can using Shannon's diversity index and Sympson's diversity index. 
1) Simpson’s diversity index calculates a diversity score for a community (for the plant). It is based on both the number of different species in the community, and the number of individuals present for each of those species. The higher the score, the more diverse the community is considered to be. To calculate Simpson’s diversity index use the equation below:

∑ = sum of (total)
n = the number of individuals of each different species
N = the total number of individuals of all the species
2) In the Shannon index, p is the proportion (n/N) of individuals of one particular species found (n) divided by the total number of individuals found (N), ln is the natural log, Σ is the sum of the calculations, and s is the number of species. 

Meaning of Evenness, Richness and Dominance

Evenness: Evenness is a measure of the relative abundance of the different species making up the richness of an area and expresses how evenly the individuals in a community are distributed among the different species.
Richness: The number of species per sample is a measure of richness. The more species present in a sample, the 'richer' the sample. Species richness as a measure on its own takes no account of the number of individuals of each species present. It gives as much weight to those species which have very few individuals as to those which have many individuals.
Dominance: Measure of diversity which takes into account both richness and evenness of species. It is often used to quantify the biodiversity of a habitat.

Selasa, 09 Mei 2017

Dispersion Patterns

Often, in addition to knowing the number and density of individuals in an area, ecologists will also want to know their distribution. Species dispersion patterns or distribution patterns refer to how the individuals in a population are distributed in space at a given time. The individual organisms that make up a population can be more or less equally spaced, dispersed randomly with no predictable pattern, or clustered in groups. These are known as uniform, random, and clumped dispersion patterns, respectively.









Mark-recapture Method

For organisms that move around, such as mammals, birds, or fish, a technique called the mark-recapture method is often used to determine population size. This method involves capturing a sample of animals and marking them in some way—for instance, using tags, bands, paint, or other body markings, as shown below. Then, the marked animals are released back into the environment and allowed to mix with the rest of the population. Later, a new sample is collected. This new sample will include some individuals that are marked recaptures and some individuals that are unmarked. Using the ratio of marked to unmarked individuals, scientists can estimate how many individuals are in the total population.

Example: using the mark-recapture method
Let’s say we want to find the size of a deer population. Suppose that we capture 80 deer, tag them, and release them back into the forest. After some time has passed—allowing the marked deer to thoroughly mix with the rest of the population, we come back and capture another 100 deer. Out of these deer, we find that 20 are already marked. If 20 out of 100 deer are marked, this would suggest that marked deer, which we know are 80 in number make up 20% of the population. Using this information, we can formulate the following relationship:

LAPORAN ANALISIS VEGETASI METODE POINT CENTERED QUARTER (PCQ) KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO 2017 (KELOMPOK 21)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih, 2004). Pohon yang merupakan salah satu keanekaragaman hayati, memegang peranan yang sangat penting dalam komunitas hutan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, dan menjaga stabilitas iklim global. Pohon-pohon di pegunungan memiliki kondisi yang khas di mana pohon akan bertambah rendah atau kecil seiring dengan naiknya ketinggian dan memiliki keanekaragaman jenis yang bervariasi.
Sebagai bentuk perlindungan akan keanekaragaman hayati tersebut, pemerintah membuat kawasan Taman Nasional. Menurut Palupi (2001)Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang terdiri atas zona inti dan zona-zona lain yang dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata, rekreasi dan pendidikan. Salah satu Taman Nasional yang berada di kawasan Jawa Timur yaitu Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di Banyuwangi.
Kawasan Alas Purwo merupakan kawasan dimana ekosistem di dalamnya sangat dilindungi dan berada di bawah naungan Undang-Undang, sehingga dapat diketahui bahwa keanekaragamannya terlindungi dan tumbuh dengan baik. Tujuan diadakannya penelitian berupa kuliah kerja lapangan yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Malang angkatan 2015 ini adalah dapat mengetahui keanekaragaman yang ada di kawasan hutan Alas Purwo khususnya dunia tumbuhan dengan menggunakan metode tertentu. Salah satu metode analisis vegetasi yang digunakan yaitu Point Centere Quarter (PCQ), suatu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan di sepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran. Hasil yang didapatkan dari metode tersebut akan diketahui nilai keanekaragaman tiap-tiap tumbuhan yang ada. Berdasarkan pemaparan di atas, maka disusunlah laporan KKL “Analisis Vegetasi dengan Metode Point Centered Quarter (PCQ) Keanekaragaman Tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo”.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut.
1)      Bagaimana jenis tumbuhan yang hidup di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi?
2)      Bagaimana Indeks Nilai Penting (INP) setiap jenis tumbuhan pada suatu vegetasi dengan menggunakan metode point centered quarter di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi?
3)      Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap dominansi tumbuhan yang berada di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi?
1.3    Tujuan Penelitian
1)      Mengetahui jenis tumbuhan yang hidup di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi.
2)      Mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) setiap jenis tumbuhan pada suatu vegetasi dengan menggunakan metode point centered quarter di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi.
3)      Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap dominansi tumbuhan yang berada di kawasan hutan Alas Purwo Banyuwangi.
1.4    Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Alas Purwo Banyuwangi yang terbagi dalam dua puluh lima plot pada transek ke-21 Triangulasi. Waktu penelitian dilaksanakan pada hari Jumat, 24 Maret 2017.
1.5    Definisi Istilah
1.5.1        Vegetasi
Vegetasi adalah kumpulan beberapa tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis dan hidup bersama pada suatu tempat. Diantara individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat antara tumbuh-tumbuhan itu sendiri maupun dengan binatang-binatang yang hidup dalam vegetasi itu dan fakto-faktor lingkungan (Martono, 2012).
1.5.2        Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi merupakan cara pendeskripsian suatu tipe vegetasi berdasarkan komposisi floristik vegetasi yaitu dengan membuat daftar jenis suatu komunitas (Martono, 2012).
1.5.3        PCQ (Point Centered Quarter)
PCQ (Point Centered Quarter) merupakan salah satu metode jarak (Distance Method). Metode ini tidak menggunakan petak contoh (plotless) dan umunya digunakan dalam analisis vegetasi tingkat pohon atau tiang (pole) (Ariyanto dkk, 2004).
1.5.4        Densitas Mutlak
Densitas mutlak didefinisikan sebagai jumlah pohon per unit area (Mitchell, 2007).
1.5.5        Densitas Relatif
Densitas relatif dari setiap spesies didefinisikan sebagai presentase total jumlah observasi dari spesies (Mitchell, 2007).
1.5.6        Dominansi Mutlak
Dominansi mutlak dari tiap spesies yang dinyatakan sebagai basal areanya per hektar (Mitchell, 2007).
1.5.7        Dominansi Relatif
Dominansi relatif spesies tertentu didefinisikan menjadi suatu dominansi mutlak yang tiap spesiesnya dibagi oleh total penutupan 100 kali untuk menyatakan hasilnya dalam presentase (Mitchell, 2007).
1.5.8        Nilai Penting
Nilai penting merupakan harga yang didapatkan berdasarkan penjumlahan dari nilai relatif dari sejumlah variabel yang telah diukur (Mitchell, 2007).
1.5.9        Frekuensi
Frekuensi merupakan variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi di suatu kawasan (Syafei, 1990).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1  Analisis Vegetasi  dengan Metode Point  Centere  Quarter
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari  susunan  atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang  merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies  dan  struktur  komunitas  pada  suatu  wilayah  yang  dipelajari  (Tjitrosoepomo, 2002).
Menuru Kimbal (1965), analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk  suatu  kondisi  hutan  yang  luas,  maka kegiatan analisa  vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan  beberapa  petak  contoh  untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak  contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan.
Lestari (2006), menyatakan bahwa dalam ilmu vegetasi telah  dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan  kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada. Salah  metode  analisis  vegetasi  yaitu  metode  Point Centere Quarter.  Metode  point centere  quarter yaitu  metode  yang  penentuan  titik-titik  terlebih  dahulu  ditentukan  disepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing  kuadran  inilah  dilakukan pengukuran luas penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran.
Selain itu diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran karena metode kuadran ini merupakan metode plot less method, yang berarti metode ini merupakan salah satu metode yang tidak memerlukan luas tempat pengambilan contoh atau suatu luas kuadrat tertentu. Oleh karena itu, bila dalam suatu kuadran dalam jarak yang dekat tidak terlihat adanya suatu vegetasi pohon, maka pencarian bisa diteruskan sejauh mungkin sampai ditemukan jenis pohon yang  dimaksud, tetapi pohon tersebut masih berada di dalam daerah kuadran tersebut.
Metode Point Centered Quarter juga merupakan salah satu metode jarak (Distance Method). Metode ini tidak menggunakan petak contoh (plotless) dan umunya digunakan dalam analisis vegetasi tingkat pohon atau tiang (pole). Namun dapat pula dilengkapi dengan tingkat pancang (saling atau belta) dan anakan pohon (seedling) jika ingin mengamati struktur vegetasi pohon. Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaanya metode ini mempunyai dua macam keterbatasan, yaitu (1) setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu individu tumbuhan dan (2) setiap individu (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu kali.
2.2  Kondisi Geografis Kawasan Hutan Alas Purwo
Hutan di Indonesia berdasarkan tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) secara nasional seluas 144 juta hektar tersebar di berbagai pulau utama (Arif, 2001). Kawasan hutan seluas 144 juta hektar tersebut dibagi menjadi beberapa fungsi peruntukan, yaitu 20% sebagai hutan konservasi (conservation forest), 27% sebagai hutan lindung (protection forest), 9,8% sebagai hutan suaka alam dan hutan wisata, 17% sebagai hutan produksi tetap, dan 16,1% sebagai hutan produksi terbatas.
Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Taman nasional yang diresmikan melalui SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/92 ini merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Ketinggiannya berada pada kisaran 0-322 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan topografi datar, bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter dpl).
Berdasarkan ekosistemnya, tipe-tipe hutan di Taman Nasional Alas Purwo dapat dibagi menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau/mangrove, hutan tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (Feeding Ground). Jika diamati sekilas, dari luas lahan sekitar 43.420 hektar, taman nasional ini didominasi oleh hutan bambu, yang menempati areal sekitar 40% dari seluruh area yang ada (Solihin, 2011). Secara umum, keadaan tanah di taman ini sebagian besar adalah tanah liat berpasir, sedangkan sebagian kecil lainnya berupa tanah lempung. Curah hujan per tahun rata-rata berkisar antara 1.000—1.500 mm dengan temperatur antara 27°-30° C, dan kelembaban udara antara 40—85 %. Biasanya, musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober, sementara musim penghujan terjadi sebaliknya, yaitu pada bulan Oktober (Solihin, 2011).
  

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1    Waktu dan Tempat
Kuliah Kerja Lapangan Analisis Vegetasi dengan Metode PCQ” ini dilaksanakan di kawasan Hutan Alas Purwo Banyuwangi yang terbagi dalam dua puluh lima plot pada transek ke-21 Triangulasi. Waktu penelitian adalah pada hari Jumat, 24 Maret 2017.
3.2     Alat dan Bahan
Alat
1.      Tali tampar
2.      Roll meter
3.      Meteran kain
4.      Klinometer
5.      Kompas bidik
6.      Soil termometer
7.      Termohigrometer
8.      Alat tulis
9.      Meja dada
10.  Tali rafia
11.  Camera
Bahan
1.      Kantong Plastik
2.      Kertas label
3.      Kertas tabel pengamatan
3.3    Prosedur Kerja
1)      Semua kelompok berjalan ke garis pantai
2)      Menentukan arah pengambilan data (memasuki hutan) menggunakan kompas bidik tegak lurus dengan garis pantai 20o
3)      Menentukan jarak antar plot menggunakan rollmeter
4)      Setiap kelompok berjalan ke masing-maisng plot
5)      Menyiapkan plot berukuran 10x10 meter menggunakan tali tampar
6)      Membagi plot empat kuadran
7)      Mencari pohon terdekat pada setiap kuadran (1 pohon saja) dengan keliling pohon ≥30 cm
8)      Mengukur keliling batang pohon setinggi dada. Jika pohon bercabang, maka kedua cabang diukur kelilingnya lalu dirata-rata
9)      Mengukur jarak titik pusat ke pohon tersebut
10)  Mengestimasi ketinggian pohon dengan klinometer. Mengarahkan klinometer ke ujung pohon
11)  Mengukur jarak pengamat klinometer ke pohon dan juga tinggi pengamat
12)  Mencari nama spesies dari pohon tersebut. Jika tidak tahu, mengambil sampel dan memasukkannya ke dalam kantong plastik lalu melabelinya
13)  Melakukan langkah di atas pada 4 kuadran sehingga akan didapatkan maksimal 4 pohon terdekat
14)  Memasukkan hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan yang telah disiapkan
3.4    Teknik Analisis Data
 Setelah didapatkan data, dilakukan analisis PCQ hingga didaopatkan Indeks  Nilai Penting. Analisis data dimulai dari perhitungan menetukan Basal area (BA) merupakan penutupan kanopi pohonDiameter didapatkan dari pengukuran keliling batang pohon. Diameter batang tiap spesies tersebut kemudian digunakan untuk mencari nilai basal area dengan menggunakan rumus:
d = K/ π
BA =  1/4 πd2
Keterangan:
        = keliling pohon
BA      = Basal Area
π          = 3,14
d          = Diameter batang

Rata-rata jarak = Jumlah semua jarak yang terukur (jumlah plot x panjang plot)
4 x jumlah titik pusat (n)
Kerapatan per 100 m2 = Jumlah individu spesies i / 100 x Faktor koreksi
Faktor koreksi PCQ    = 1
Kerapatan Mutlak      BA x Kerapatan per 100 m2
Kerapatan relatif         = Jumlah individu sejenis x 100%
                                         Total individu seluruh spesies
Frekuensi relatif           Frekuensi spesies i  x 100%
                                              Total frekuensi
Dominasi relatif         = dominansi spesies i x 100%
                                            Dominansi total
Indeks Nilai Penting = kerapatan relatif + dominasi relatif + frekuensi relative

3.5 Teknik Pengumpulan Data
Titik Sam-pling
No.
Kua-dran
Jarak (cm)
Nama Tumbuhan
Keliling Pohon (cm)
Tinggi Pohon (α, jarak pengamatan)
Diameter pohon (cm)
Tinggi pohon (cm)
1.
1
2
3
4






2.
1
2
3
4






Dst.











25
1
2
3
4














BAB IV
ANALISIS DATA
Titik Sam-pling
No.
Kua-dran
Jarak (cm)
Nama Tumbuhan
Kelili-ng Pohon (cm)
Tinggi Pohon (α, jarak pengamatan)
Diame-ter pohon (cm)
Ting-gi pohon (cm)
1.
1
2
3
4
267
475
430
-
Scavola taccada
Therminalia catappa
Alsstonia speetabrus
-
47
55
112
-
45o, 267
45o, 475
60o, 430
-
14,97
17,51
35,6
-
425
633
902,8
-
2.
1
2
3
4
350
490
-
-
Mammae odorata
Mammae odorata
-
-
106
88
-
-
60o, 350
45o, 490
-
-
33,76
28,02
-
-
764
648
-
-
3.
1
2
3
4
500
400
-
-
Alsstonia speetabrus
Alsstonia speetabrus
-
-
77
77
-
-
60o, 500
60o, 400
-
-
24,5
24,5
-
-
1024
850
-
-
4.
1
2
3
4
300
-
-
245
Ochrosia acheringae
-
-
Argisia crispa 
23
-
-
40
55o, 300
-
-
65o, 245
7,32
-
-
14,73
586
-
-
683
5.
1
2
3
4
-
-
530
-
-
-
Syzygium littorale
-
-
-
310
-
-
-
58o, 530
-
-
-
98,75
-
-
-
1006
-
6.
1
2
3
4
160
360
-
-
Aphanamixis grandifolia
Arginia crispa 
-
-
39
52
-
-
80o, 160
50o, 360
-
-
12,42
16,56
-
-
1065
587
-
-
7.
1
2
3
4
470
510
450
460
Bayur
Bayur
Drypetes javanica
Swietenia macrophylla
103
89
49
74
65o, 470
45o, 510
45o, 450
50o, 460
32,80
12,42
15,6
22,61
1165
668
694
706
8.
1
2
3
4
440
250
-
400
Syzygium littorale
Drypetes negleta
-
Alsstonia speetabrus
70
40
-
100
60o, 440
70o, 250
-
65o, 400
22,29
12,73
-
31,85
920
844
-
1015
9.
1
2
3
4
128
370
-
140
Drypetes javanica
Drypetes javanica
-
Drypetes javanica
45
120
-
50
70o, 128
60o, 370
-
70o, 140
14,33
38,21
-
15,92
635
798
-
542
10.
1
2
3
4
-
37
-
-
-
Syzygium littorale
-
-
-
37
-
-
-
83o, 37
-
-
-
11,78
-
-
-
459
-
-
11.
1
2
3
4
-
280
-
200
-
Syzygium littorale
-
Syzygium littorale
-
50
-
120
-
70o, 200
-
75o, 200
-
15,92
-
38,22
-
927
-
904
12.
1
2
3
4
110
-
-
-
Swretenia macrophylla
-
-
-
35
-
-
-
70o, 110
-
-
-
11,14
-
-
-
707
-
-
-
13.
1
2
3
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14.
1
2
3
4
-
-
260
-
-
-
Drypetes serreta
-
-
-
48
-
-
-
75o, 260
-
-
-
15,29
-
-
-
1128
-
15.
1
2
3
4
-
270
245
-
-
Drypetes javanica
Drypetes javanica
-
-
40
80
-
-
73o, 270
75o, 245
-
-
12,74
25,48
-
-
1041
1072
-
16.
1
2
3
4
-
420
-
-
-
Artocarpus elasticus
-
-
-
91
-
-
-
80o, 420
-
-
-
28,98
-
-
-
2539
-
-
17.
1
2
3
4
-
200
-
-
-
Aphanamixis grandifolia
-
-
-
100
-
-
-
75o, 200
-
-
-
31,85
-
-
-
904
-
-
18.
1
2
3
4
-
-
-
190
-
-
-
Drypetes javanica
-
-
-
40
-
-
-
80o, 190
-
-
-
12,74
-
-
-
1235
19.
1
2
3
4
-
160
-
-
-
Drypetes negleta
-
-
-
40
-
-
-
77o, 160
-
-
-
12,74
-
-
-
851
-
-
20.
1
2
3
4
-
-
-
120
-
-
-
Drypetes negleta
-
-
-
30
-
-
-
75o, 120
-
-
-
9,55
-
-
-
605
21.
1
2
3
4
-
-
-
130
-
-
-
Drypetes negleta
-
-
-
38
-
-
-
77o, 130
-
-
-
12,1
-
-
-
721
22.
1
2
3
4
-
-
250
-
-
-
Drypetes negleta
-
-
-
63
-
-
-
62o, 250
-
-
-
20,06
-
-
-
628
-
23.
1
2
3
4
-
-
160
400
-
-
Drypetes serreta
Drypetes negleta
-
-
132
400
-
-
85o, 160
70o, 400
-
-
42,64
31,85
-
-
1986
1256
24.
1
2
3
4
-
220
110
-
-
Drospyros javanica
Drospyros javanica
-
-
160
44
-
-
72o, 220
70o, 110
-
-
31,85
14,01
-
-
460
835
-
25.
1
2
3
4
-
-
-
290
-
-
-
Syzygium littorale
-
-
-
36
-
-
-
69o, 290
-
-
-
11,46
-
-
-
913

Diketahui:
Tinggi Pengamat = 158 cm
Total jarak = 12277
Rata-rata jarak : 
Jumlah Pohon per 100 m= 100 / (2  = 0,001285
1.        Menghitung Densitas
Spesies
Jumlah
Jumlah Pohon per 100 m2
Scaevola taccada
1/44= 0,0227
0,0000292
Therminalia catappa
1/44= 0,0227
0,0000292
Alsstonia speetabrus
4/44= 0,0909
0,000117
Mammea odorata
2/44= 0,0455
0,0000585
Ochrosia acheringae
1/44= 0,0227
0,0000292
Argisia crispa
2/44= 0,0455
0,0000585
Syzygium littorale
7/44= 0,1590
0,000204
Aphanamixis grandifolia
2/44= 0,0455
0,0000585
Bayur
2/44= 0,0455
0,0000585
Drypetes javanica
8/44= 0,1818
0,000234
Swietenia macrophylla
2/44= 0,0455
0,0000585
Drypetes negleta
6/44= 0,1363
0,000175
Drypetes serreta
2/44= 0,0455
0,0000585
Artocarpus elasticus
1/44= 0,0227
0,0000292
Drospyros javanica
2/44= 0,0455
0,0000585
Total
0,001256

Menghitung Densitas Relatif
Scaevola taccada
2,325%
Therminalia catappa
2,325%
Alsstonia speetabrus
9,315%
Mammea odorata
4,658%
Ochrosia acheringae
2,325%
Argisia crispa
4,658%
Syzygium littorale
16,242%
Aphanamixis grandifolia
4,658%
Bayur
4,658%
Drypetes javanica
18,306%
Swietenia macrophylla
4,658%
Drypetes negleta
13,933%
Drypetes serreta
4,658%
Artocarpus elasticus
2,325%
Drospyros javanica
4,658%

2.        Menghitung Dominansi
Menghitung Basal Area (BA) = ¼ Πd2
Titik Sam-pling
No.
Kua-dran
Jarak (cm)
Nama Tumbuhan
Diameter pohon (cm)
Basal Area
1.
1
2
3
4
267
475
430
-
Scavola taccada
Therminalia catappa
Alsstonia speetabrus
-
14,97
17,51
35,6
-
175,92
240,68
994,88
-
2.
1
2
3
4
350
490
-
-
Mammae odorata
Mammae odorata
-
-
33,76
28,02
-
-
894,69
616,32
-
-
3.
1
2
3
4
500
400
-
-
Alsstonia speetabrus
Alsstonia speetabrus
-
-
24,5
24,5
-
-
471,20
471,20
-
-
4.
1
2
3
4
300
-
-
245
Ochrosia acheringae
-
-
Argisia crispa
7,32
-
-
14,73
42,06
-
-
170,32
5.
1
2
3
4
-
-
530
-
-
-
Syzygium littorale
-
-
-
98,75
-
-
-
7650,33
-
6.
1
2
3
4
160
360
-
-
Aphanamixis grandifolia
Arginia crispa
-
-
12,42
16,56
-
-
121,09
215,27
-
-
7.
1
2
3
4
470
510
450
460
Bayur
Bayur
Drypetes javanica
Swietenia macrophylla
32,80
12,42
15,6
22,61
844,53
121,09
191,04
401,30
8.
1
2
3
4
440
250
-
400
Syzygium littorale
Drypetes negleta
-
Alsstonia speetabrus
22,29
12,73
-
31,85
390,02
127,21
-
796,32
9.
1
2
3
4
128
370
-
140
Drypetes javanica
Drypetes javanica
-
Drypetes javanica
14,33
38,21
-
15,92
161,20
1146,10
-
198,96
10.
1
2
3
4
-
37
-
-
-
Syzygium littorale
-
-
-
11,78
-
-
-
108,93
-
-
11.
1
2
3
4
-
280
-
200
-
Syzygium littorale
-
Syzygium littorale
-
15,92
-
38,22
-
198,96
-
1146,70
12.
1
2
3
4
110
-
-
-
Swretenia macrophylla
-
-
-
11,14
-
-
-
97,42
-
-
-
13.
1
2
3
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14.
1
2
3
4
-
-
260
-
-
-
Drypetes serreta
-
-
-
15,29
-
-
-
183,52
-
15.
1
2
3
4
-
270
245
-
-
Drypetes javanica
Drypetes javanica
-
-
12,74
25,48
-
-
127,41
509,65
-
16.
1
2
3
4
-
420
-
-
-
Artocarpus elasticus
-
-
-
28,98
-
-
-
659,27
-
-
17.
1
2
3
4
-
200
-
-
-
Aphanamixis grandifolia
-
-
-
31,85
-
-
-
796,32
-
-
18.
1
2
3
4
-
-
-
190
-
-
-
Drypetes javanica
-
-
-
12,74
-
-
-
127,41
19.
1
2
3
4
-
160
-
-
-
Drypetes negleta
-
-
-
12,74
-
-
-
127,41
-
-
20.
1
2
3
4
-
-
-
120
-
-
-
Drypetes negleta
-
-
-
9,55
-
-
-
71,59
21.
1
2
3
4
-
-
-
130
-
-
-
Drypetes negleta
-
-
-
12,1
-
-
-
114,93
22.
1
2
3
4
-
-
250
-
-
-
Drypetes negleta
-
-
-
20,06
-
-
-
315,89
-
23.
1
2
3
4
-
-
160
400
-
-
Drypetes serreta
Drypetes negleta
-
-
42,64
31,85
-
-
1387,38
796,32
24.
1
2
3
4
-
220
110
-
-
Drospyros javanica
Drospyros javanica
-
-
31,85
14,01
-
-
796,32
154,08
-
25.
1
2
3
4
-
-
-
290
-
-
-
Syzygium littorale
-
-
-
11,46
-
-
-
103,10

Menghitung Rata-rata Basal Area per Spesies
Nama Spesies
Basal Area (BA)
Scaevola taccada
175,92
Therminalia catappa
240,68
Alsstonia speetabrus
683,40
Mammea odorata
755,51
Ochrosia acheringae
42,06
Argisia crispa
192,80
Syzygium littorale
1416,23
Aphanamixis grandifolia
458,70
Bayur
482,81
Drypetes javanica
308,96
Swietenia macrophylla
249,31
Drypetes negleta
258,89
Drypetes serreta
785,45
Artocarpus elasticus
659,27
Drospyros javanica
475,20

Menghitung Dominansi Mutlak = Rata-rata BA x jumlah pohon per 100 m2
Nama Spesies
Dominansi Mutlak
Scaevola taccada
0,005137
Therminalia catappa
0,00703
Alsstonia speetabrus
0,07996
Mammea odorata
0,00441
Ochrosia acheringae
0,001228
Argisia crispa
0,0112788
Syzygium littorale
0,28891
Aphanamixis grandifolia
0,02683
Bayur
0,02824
Drypetes javanica
0,07229
Swietenia macrophylla
0,01458
Drypetes negleta
0,04531
Drypetes serreta
0,04595
Artocarpus elasticus
0,01925
Drospyros javanica
0,027799
Total
0,67820

Menghitung Dominansi Relatif
Dominanasi relative =  x 100%
Scaevola taccada
0,7574%
Therminalia catappa
1,0366%
Alsstonia speetabrus
11,790%
Mammea odorata
0,6502%
Ochrosia acheringae
0,1811%
Argisia crispa
1,6630%
Syzygium littorale
42,5995%
Aphanamixis grandifolia
3,9561%
Bayur
4,1640%
Drypetes javanica
10,6591%
Swietenia macrophylla
2,1498%
Drypetes negleta
6,6809%
Drypetes serreta
6,7753%
Artocarpus elasticus
2,8384%
Drospyros javanica
40,9894%

3.        Menghitung Frekuensi Mutlak
Scaevola taccada
4
Therminalia catappa
4
Alsstonia speetabrus
8
Mammea odorata
4
Ochrosia acheringae
4
Argisia crispa
8
Syzygium littorale
20
Aphanamixis grandifolia
8
Bayur
4
Drypetes javanica
16
Swietenia macrophylla
8
Drypetes negleta
24
Drypetes serreta
8
Artocarpus elasticus
4
Drospyros javanica
4

Menghitung Frekuensi Relatif
Frekuensi relative :  x 100%
Scaevola taccada
4%
Therminalia catappa
4%
Alsstonia speetabrus
8%
Mammea odorata
4%
Ochrosia acheringae
4%
Argisia crispa
8%
Syzygium littorale
20%
Aphanamixis grandifolia
8%
Bayur
4%
Drypetes javanica
16%
Swietenia macrophylla
8%
Drypetes negleta
24%
Drypetes serreta
8%
Artocarpus elasticus
4%
Drospyros javanica
4%

4.        Menghitung Indeks Nilai Penting
Species
Relative Density (%)
Relative Dominan-ce (%)
Relative Freque-ce (%)
INP (%)
Rank
Scaevola taccada
2,325
0,7574
4
7,0824
14
Therminalia catappa
2,325
1,0366
4
7,3616
13
Alsstonia speetabrus
9,315
11,790
8
28,925
5
Mammea odorata
4,658
0,6502
4
9,3082
11
Ochrosia acheringae
2,325
0,1811
4
6,506
15
Argisia crispa
4,658
1,6630
8
14,321
9
Syzygium littorale
16,242
42,5995
20
78,8415
1
Aphanamixis grandifolia
4,658
3,9561
8
16,6141
7
Bayur
4,658
4,1640
4
12,822
10
Drypetes javanica
18,306
10,6591
16
44,9651
3
Swietenia macrophylla
4,658
2,1498
8
14,8078
8
Drypetes negleta
13,933
6,6809
24
44,6139
4
Drypetes serreta
4,658
6,7753
8
19,4333
6
Artocarpus elasticus
2,325
2,8384
4
9,1634
12
Drospyros javanica
4,658
40,9894
4
49,6474
2



BAB V
PEMBAHASAN

Pada kegiatan kuliah  kerja lapangan yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Malang angkatan 2015 telah dilakukan pengamatan mengenai vegetasi di suatu kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan untuk menganalisis vegetasi berupa pohon menggunakan metode Point Centered Quarter (PCQ). Metode PCQ ini dilakukan dengan cara membagi plot menjadi empat kuadran dan menentukan titik tengah dari kuadran tersebut. Kemudian, mencari pohon yang jaraknya paling dekat dengan titik tengah dengan keliling pohon ≥30 cm pada masing-masing kuadran. Kemudian, jarak antara pohon dan titik pusat diukur dan mengukur lingkar pohon tersebut. Metode Point Centered Quarter (PCQ) merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan (Cottam dan Curtis, 1956).
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa spesies pohon yang ditemukan dalam 25 plot pada transek 21 kawasan hutan Alas Purwo ditemukan 15 macam spesies pohon yang termasuk dalam hitungan analisi vegetasi menggunakan metode PCQ ini. Spesies pohon tersebut antara lain Scaevola taccada, Therminalia catappa, Alsstonia speetabrus, Mammea odorata, Ochrosia acheringae, Argisia crispa, Syzygium littorale, Aphanamixis grandifolia, Bayur, Drypetes javanica, Swietenia macrophylla, Drypetes negleta, Drypetes serreta, Artocarpus elasticus dan Drospyros javanica. Setelah dilakukan perhitungan untuk mencari densitas relatif, dominansi relatif dan frekuensi relatif hingga ketiga komponen tersebut dijumlah untuk mencari Indeks Nilai Penting (INP) didapatkan spesies yang memiliki indeks nilai penting paling besar ialah Syzygium littorale, dengan indeks nilai penting sebesar 78,8415% sedangkan spesies tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting paling rendah pada vegetasi tersebut ialah Ochrosia acheringae, dengan indeks nilai penting sebesar 6,506%.
Syzygium littorale merupakan tanaman yang memiliki indeks nilai penting yang paling tinggi dari pada tumbuhan yang didapatkan saat pengamatan PCQ  yakni sebesar 78,8415%, hal ini berarti Syzygium littorale merupakan spesies yang mendominasi, yaitu spesies yang paling banyak ditemukan di setiap kuadran titik sampling pada analisis dengan metode point centered quareter. Spesies Syzygium littorale banyak ditemukan pada plot 5,8,10,11 dan 25. Berikut adalah klasifikasi dari Syzygium littorale.
Divisi               : Tracheophyta
Kelas               : Magnoliopsida
Ordo                : Myrtales
Famili              : Myrtaceae
Genus              : Syzygium
Species            : Syzygium littorale
Bila dikaitkan dengan faktor abiotik pada transek 21 (plot 1-25) ini memiliki suhu udara rata-rata sebesar 32oC, kelembaban udara rata-rata sebesar 73oC dan suhu tanah rata-rata sebesar 30oC.  Jadi spesies Syzygium littorale ini mampu hidup dan beradaptasi dengan lingkungan abiotik yang telah diukur tersebut. Menurut Soerianegara dan Lemmens (1993) menyatakan bahwa Syzygium littorale dapat hidup di berbagai kondisi jenis tanah meskipun hanya memiliki kelembapan dan kesuburan yang sangat sedikit. Jadi tak heran bila spesies ini memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi. Besarnya indeks nilai penting (INP) digunakan untuk mengetahui tingkat kesusuaian terhadap tempat tumbuh yang baik dibandingkan dengan jenis lainnya, Secara umum tumbuhan dengan indeks nilai penting (INP) tertinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lahan tertentu. INP suatu  jenis merupakan nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis dalam komunitas. Semakin besar INP suatu jenis, maka semakin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas (Kaninde dkk, 2011). Jadi, dapat diketahui bahwa Syzygium littorale memiliki peranan yang penting dalam suatu komunitas tertentu yang berada di kawasan hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
Sedangkan spesies yang memiliki indeks nilai penting terendah adalah Ochrosia acheringae, dengan indeks nilai penting sebesar 6,506%. Jika dikaitkan dengan nilai INP yang didapatkan menunjukkan bahwa Ochrosia acheringae mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang kurang baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lahan tertentu. Telah dikatakan bahwa INP merupakan nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis spesies dalam suatu komunitas. Semakin besar INP suatu jenis, maka semakin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas (Kaninde dkk, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa Ochrosia acheringae memiliki daya hidup yang rendah termasuk daya adaptasi dan kompetisi (kemampuan reproduksi) dalam suatu komunitas tertentu yang berada di kawasan hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi dibanding dengan spesies tumbuhan lainnya. .


BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasasrkan pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1.      Jenis tumbuhan yang hidup di kawasan hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi (transek 21) berdasarkan analisis vegetasi metode PCQ yaitu Scaevola taccada, Therminalia catappa, Alsstonia speetabrus, Mammea odorata, Ochrosia acheringae, Argisia crispa, Syzygium littorale, Aphanamixis grandifolia, Bayur, Drypetes javanica, Swietenia macrophylla, Drypetes negleta, Drypetes serreta, Artocarpus elasticus dan Drospyros javanica.  
2.      Berdasarkan analisis statistik diketahui spesies yang memiliki nilai angka penting paling besar adalah Syzygium littorale, dengan indeks nilai penting sebesar 78,8415%, sedangkan spesies tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting paling rendah pada vegetasi tersebut adalah Ochrosia acheringae dengan indeks nilai penting sebesar 6,506%.  
3.      Faktor abiotik berpengaruh terhadap kepadatan, keanekaragaman, frekuensi dan dominansi suatu spesies tertentu.
6.2  Saran
1.    Sebaiknya sebelum melakukan penelitian atau praktik di lapangan dipastikan kelengkapan semua alat sudah terpenuhi.
2.    Peneliti harus benar-benar paham dalam penggunaan alat klinometer agar tidak terjadi kesalahan dalam pengukuran derajat untuk mengetahui tinggi pohon.
3.    Sebaiknya ketelitian dalam pengukuran baik panjang maupun sudut harus diperhatikan, supaya tidak terjadi banyak kesalahan dan penyimpangan dalam penelitian.
4.    Kesiapan fisik dan mental praktikan harus benar-benar disiapkan dengan matang karena lokasi pengamatan adalah benar-benar vegetasi hutan.






How to measure biodiversity indices, species evenness, species richness, dominance, and predominance??

To measure biodiversity indices, species evenness, species richness, dominance, and predominance we can using Shannon's diversity inde...